Thursday, December 2, 2010

Melihat Universitas Multimedia Nusantara dari Kacamata Minus

Bernardo Octo Elbo Brotoseno - Jurnalistik’08

Kesempatan tidak selalu datang dua kali, maka dari itu pergunakanlah kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya. Hal ini mungkin yang mendasari tulisan saya ini. Berangkat dari kegerahan saya terhadap hal-hal aneh yang terjadi di Universitas Multimedia Nusantara.
Saya sebagai pribadi sangat terganggu dengan sistem yang belum jelas dan bagaimana cara kerjanya di universitas ini. Saya sangat berharap ketidaknyamanan ini banyak juga dikeluhkan oleh mahasiswa lainnya.
Karena sistem yang seperti ini, menurut saya, sangatlah tidak mendidik bila terjadi di tempat menempa ilmu yang dapat digolongkan sebagai institusi pendidikan formal. Keresahan ini timbul karena mempunyai latar belakang, pendidikan sebelumnya yang digojlok untuk dapat melakukan segala sesuatunya dengan perencanaan yang matang. Namun bila terjadi sesuatu perubahan keputusan yang mendadak, itu merupakan hal yang dapat dikategorikan sangat mendesak dan sangat jarang terjadi.
Entah apakah terlalu seringnya perubahan mendadak atau pun keputusan yang tiba-tiba dibuat itu merupakan  suatu cermin atas masih hijaunya Universitas Multimedia Nusantara. Sehingga alasan umur itu dapat memperkuat ketidakberesan tersebut.
Selain hal mengenai kebijakan – kebijakan yang mengagetkan itu, Universitas Multimedia Nusantara juga masih belum dapat melakukan segala sesuatunya secara transparan. Hal-hal tersebut meliputi penanggung jawab tentang kegiatan–kegiatan kemahasiswaan, kepanitiaan kegiatan-kegiatan mahasiswa, dan juga mengenai cara penanganan berbagai masalah yang menyangkut kepentingan mahasiswa.
Entah mungkin karena ketidak-mau-tahuan saya terhadap hierarki yang ada dalam universitas ini atau memang hal ini kurang dipublikasikan oleh pihak universitas, mengenai siapa yang harus menuju siapa dalam usaha mahasiswa menyampaikan dan mewujudkan aspirasi kegiatan-kegiatan mahasiswa. Sehingga saya dan beberapa teman sering mengeluhkan bila tidak adanya tanggapan berarti yang dilakukan oleh pihak kampus mengenai beberapa ide yang pernah dilayangkan. Namun yang lebih parah adalah bila respon yang dicari oleh mahasiswa sering dilempar ke sana-ke mari alias dipingpong.
Hal tersebut dapat dikategorikan sebagai sesuatu hal yang mengganggu, karena tidak adanya keseriusan pihak kampus dalam menanggapi aspirasi mahasiswa. Bukan merupakan keheranan tersendiri bagi saya bila beberapa teman mahasiswa pun menjadi apatis terhadap kegiatan-kegiatan mahasiswa yang berlangsung.
Tentang menjadi seorang panitia dalam sebuah acara kampus menjadi hal yang menggelitik tersendiri bagi saya. Jujur saja hal ini berangkat dari rumor yang keluar dari mulut ke mulut mengenai kepanitiaan itu sendiri. Telinga saya pernah mendengar selentingan mengenai syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa bila ingin menjadi panitia, yaitu berpenampilan rapi alias tidak boleh gondrong.
Untuk saya pribadi, alasan ini dapat dikategorikan sebagai hal yang mengada-ada. Karena, menurut saya, penampilan tidak dapat dijadikan sebagai tolok ukur untuk menentukan kinerja seseorang. Entah alasan apa yang mendasari peraturan ini. Dan bila hal tersebut tidak demikian, alangkah baiknya pihak kampus meluruskan hal ini.
Mengenai hal terakhir, ini menjadi keprihatinan tersendiri bagi saya. Walaupun saya sendiri belum pernah tersangkut masalah dengan BAAK, namun saya pun ikut geleng-geleng kepala bila mendengar cara kerja BAAK dalam menangani permasalahan mahasiswa.
Kadang hal tersebut disebabkan oleh daripada kesalahan BAAK itu sendiri. Namun bila hal itu dikejar-kejar oleh mahasiswa yang bersangkutan yang sudah mengoreksi hal tersebut. Sikap BAAK terkesan tidak mau tahu dan tidak mau repot atas urusan yang telah lalu tersebut membuat seakan-akan kesalahan tersebut disebabkan oleh mahasiswa itu sendiri. Padahal bila dikulik lebih dalam kesalahan tersebut terjadi akibat kesalahan yang dilakukan BAAK.

2 comments: