Apakah kau melihatku?
Ya, aku perempuan yang berdiri menunduk di tengah hujan deras itu. Ya kau benar, aku mengenakan gaun putih. Ingatkah kau ini gaun yang kau beri dulu saat aku menerima kehadiranmu? Saat kita sepakat untuk bersama?
Gaun putih sederhana, tidak tebal tidak tipis, berayun ke sana ke mari tersapu angin yang bergelut dalam hujan ini. Kain tipis menali di tangan kananku. Kacamataku sudah lepas. Lalu perlahan, lihatlah aku melepas kerudungku.
Hei, kau di sana?
Lihatlah, perlahan kubentangkan kedua tangan. Peluk aku, angin…
Kudongakkan kepalaku sedikit, lalu aku menari. Ya, di bawah hujan. Kulekukkan tubuhku bebas. Kepalaku, tanganku, kakiku, rambutku. Menari lepas. Berdansa bersama irama hujan yang menenangkan.
Lalu perlahan, bibirku menyenandungkan lagu. Dengarkah kau? Tahukah kau lagu apa ini?
Ini senandung bidadari surga yang merindukan sosok pria di hadapannya. Bukan untuk dinikmati, namun untuk diajak berbagi.
Aku mulai melompat kecil. Kini, bisa kau rasakan air-air hujan yang aku injak mengenai mata kakimu. Membuat kakimu ikut basah sekalipun kau di bawah atap teras rumahmu. Aku tersenyum, mulai tertawa lebar, menikmati percikan air di kaki dan wajahku.
Inilah aku, sedang merayumu.
Membuka semuaku di depanmu, dear.
Aku, yang basah kuyup dalam gaun kasih sayangmu. Aku ingin menarikmu lagi. Ingin memberimu lagi. Tak sadarkah kau aku mulai pusing dan limbung? Mulai merasakan kepalaku berat dan kakiku lelah menari?
Kembalilah, dear.
Kau datang terlalu tiba-tiba, memberi gaun juga dengan tiba-tiba, lalu tak lama kau pergi dengan tiba-tiba pula.
Kini kembalilah dear, meskipun perlahan saja. Rengkuh aku lagi, dear..
No comments:
Post a Comment