Friday, December 3, 2010

Dia.. Dalam hatiku


Tiga tahun lalu kami duduk berdampingan di sebuah sudut sekolah.
Berbicara. Belajar. Mengerjakan tugas. Bercanda. Bercerita tentang diri masing-masing.
Aku tahu masa lalunya cukup kelam. Namun aku bertahan demi satu tujuan.
Mendapatkan cintanya.
 Sekaligus memberinya kebahagiaan yang tak pernah ia kecap sebelumnya.
Dan ketika aku berhasil mendapatkannya ke dalam pelukanku, aku bersumpah, aku tidak akan menyakiti hatinya. Karena aku tidak ingin melihat butir-butir air matanya bergulir jatuh membentuk aliran sungai kecil dari sudut matanya menuju pipinya.
Aku bersumpah aku tidak akan mengecewakannya. Karena aku menyayanginya seperti menyayangi diriku sendiri.

Dia….
Seorang perempuan berparas cantik dengan rambut sepanjang pinggang berwarna hitam legam.
Seorang perempuan dengan tawa manis yang selalu memancing kedua lesung pipitnya untuk terlihat.
Seorang perempuan yang selalu berpura-pura kuat agar tidak mengundang rasa iba yang menyelinap pada hati setiap orang.
Seorang perempuan yang menjadi pelabuhan hati pertamaku.

Selama beberapa saat kami terbuai dalam cinta kami. Menikmati anugerah terbesar yang mampu diberikan oleh seorang manusia, yakni mencintai dan dicintai.
Namun semuanya tak berlangsung lama karena sebuah badai besar meluluhlantakkan perahu kami.
Dia bermain cinta di belakangku. Bahkan dengan kesadarannya, meskipun ia tahu betapa besar rasa cintaku untuknya.
Tak ayal lagi, kami berpisah.
Aku sadar dia hanyalah seorang perempuan yang haus akan belaian cinta dan kasih sayang, tanpa mempunyai cinta dalam hatinya.
Ia menerima, namun tidak bisa memberi.
Karena ia menganggap semua lelaki hanyalah sebuah mainan yang bisa ia beli bila ia ingin, dan ia buang ketika ia sudah merasa bosan.
Karena ia menganggap cinta adalah sebuah permainan belaka.

Aku tahu hidupku akan terus berjalan. Begitu juga hidupnya.
Namun tidak untuk hatiku. Karena hatiku telah terikat erat dengannya. Karena hatiku telah ditawan dengan seorang penakhluk yang salah. Karena hatiku tidak pernah lepas dari cengkramannya.

Aku menjauh. Mengubur diri agar tidak melihatnya. Tapi setiap kali aku berjalan di pusat kota, tak urung aku mendapati bahwa aku selalu mencari-cari bayangannya dan selalu terpana ketika melihat seorang perempuan berparas mirip dengannya kemudian terhenyak ketika menyadari bahwa itu buakn dia, dia yang kucari-cari.

Tiga tahun telah berlalu. Sedikit demi sedikit hatiku mulai bergerak menjauhi pemiliknya yang lama. Hatiku meronta-ronta dengan liar untuk keluar dari jeruji besi yang sebetulnya aku buat sendiri. Aku merindukannya namun tidak semenggigit dahulu. Seperti pepatah, waktu memang menyembuhkan segalanya.

Semuanya berjalan dengan cepat. Semuanya berubah. Namun ada satu yang tidak akan pernah berubah.

Tak peduli seberapa jauh kita berada sekarang, di belahan bumi mana kita berpisah, seberapa berubahnya kita, tapi ada satu hal yang akan selalu sama. Hari ulang tahun kita akan selalu berada dalam minggu yang sama.


Didedikasikan untuk seluruh kaum laki-laki yang pernah dikhianati oleh perempuan yang teramat sangat dicintainya.



Oleh: Cynthia Panda Kwesnady
         Fakultas Imu Komunikasi 2010
        

No comments:

Post a Comment