Oleh William Lim
Tak kusangka, sudah sampai halaman
terakhir aku menulis di buku ini. Setelah sekian kalinya buku ini berpindah
tangan, akhirnya sampai juga saatnya bagiku untuk menulis halaman terakhir dari
buku ini. Buku apakah ini? Sehingga aku mau menjaga dan menyimpannya sampai
sekarang?
Buku
Cinta, buku yang telah kumiliki sejak aku berusia lima belas tahun,
tepatnya saat aku menduduki bangku SMA satu. Buku ini kunamakan buku cinta
karena aku ingin menulis seluruh kisah cintaku di dalam buku ini. Aku
menempelkan beberapa potongan hati di setiap beberapa halaman dari buku ini,
sehingga tiap aku telah menulis sampai potongan hati berikutnya, aku hendak
memberikan buku ini pada seseorang yang kusayang saat itu. Dan orang itu harus
menuliskan segala hal tentangku baik maupun buruk di dalam buk itu. Sampai
akhirnya ia menemukan potongan hati berikutnya, ia harus mengembalikan buku itu
kepadaku.
Banyak sejarah yang telah kuabadikan
dalam buku ini, baik senang, sedih, suka, susah, dan sebagainya sampai akhirnya
aku dapat hidup bahagia seperti sekarang. Mungkin aku akan membagi sedikit
pengalamanku yang terindah. Pengalaman yang membawaku ke jalan yang benar,
sehingga aku dapat hidup bahagia seperti sekarang.
BUZZ!!!
Saat itu aku baru saja terbangun
dari tidurku di perpustakaan kampus, rupanya Elizabeth masih bersamaku. Dia
sedang mencari bahan untuk tugas yang dihadapinya. Untung saja tugasku sudah kuselesaikan
semalam. Tiba – tiba Robin muncul dan mengajak kami untuk keluar dari
perpustakaan. Aku, namaku Aldy Stevanus, Robin Tantowi, dan Elizabeth Cynthia
bersahabat baik. Kita bertiga sudah dekat sejak semester satu, kita mengambil
jurusan yang sama dan rumah kita saling berdekatan.
Saat sedang keluar dari
perpustakaan, tiba – tiba saja aku bertabrakan denga seorang wanita cantik.
Barang yang berada di tanganku dan barang yang berada di tangannya jatuh
berserakan di lantai. Aku segera membantu memunguti barangnya yang jatuh karena
ia terlihat terburu – buru. Setelah semua barangnya terpungut, dia mengucapkan
terima kasih dan langsung bergegas ke perpustakaan. Baru setelahnya aku
membereskan barangku.
BUZZ!!!
Malamnya, aku menghabiskan hampir
dua jam hanya untuk mencari buku cinta ku yang hilang. Memalukan sekali kalau
sampai ada yang membacanya. Sepertinya buku itu tertinggal di kampus. Oh iya!!
Buku itu terjatuh saat aku bertabrakan dengan wanita cantik di depan
perpustakaan tadi! Bagaimana caranya aku bisa bertemu dengannya lagi ya? Pasti
memalukan sekali kalau dia membaca isi buku itu.
Keesokan harinya aku mencoba mencari
wanita cantik yang membawa buku cinta ku. Aku tak mau merepotkan temanku, jadi
aku mencoba mencarinya sendiri. Sedangkan tugas –tugasku kuserahkan pada
Elizabeth. Dia memang temanku yang terbaik. Dia selalu mau mengerjakan tugasku
bila aku sedang dalam keadaan terdesak.
Kampus sudah hampir tutup, namun aku
belum juga bertemu dengannya. Bagaimana aku bisa mencarinya? Bertanya sama
orang? Namanya saja aku tidak tahu. Lebih baik aku menunggu sampai takdir
mempertemukan kita lagi. Sangat susah menari orang yang belum kita kenal.
Sungguh kebetulan, pas aku sudah menulis sampai ketemu potongan hati, buku itu
hilang. Sial!
Eh! Rupanya dia tiba – tiba muncul
di belakangku.”Ini punyamu kan?” tanya nya padaku. Kujawab “Ya!” dengan
tanganku langsung menarik buku itu dari tangannya. Dia memperhatikanku sambil
tersenyum lucu. Dia berkata “Maaf ya kalau aku sudah membaca buku tugasibadimu
itu.” sambil tertawa kecil. “Eh, iya gapapa..” kataku sambil menyimpan rasa
malu.
Dia mengulurkan tangannya dan
mengajakku kenalan.
“Namaku
Christella, Christella Christie. Kalau kamu?”
Tuturnya lembut.
“Emm.. Aku A..Aldy, Aldy Stevanus. Salam kenal yah.
Pasti kamu tertawa terbahak – bahak setelah membaca buku ini” Jawabku.
“Engga
kok, aku malah tertarik sama cerita yang kamu tulis di dalam buku itu, itu
novel yang sedang kamu tulis?”
“Emm.. i..iya. Novelku. Hehehe” Jawabku sambil
berusaha menyembunyikan kalau itu adalah buku yang merefleksikan kisah cintaku.
“Oh!
Hebat! Kamu pasti anak ilmu komunikasi ya? Makanya kamu menulis novel.”
“Emm.
Iya, emangnya kamu jurusan apa?”
“Aku
jurusan Mangemen, salam kenal ya! Aku sudah dijemput nih! See you!”
Dalam hati aku berpikir. Apakah
benar kalau dia tidak tau mengenai buku ini? Di halaman terdepan saja aku sudah
menulis aturan tentang buku ini bila suatu saat nanti aku memberikan buku ini
pada seseorang yang kucintai. Pasti ia berpura – pura tak tahu menahu tentang
buku ini.
Aku mencoba memeriksa isi buku ini.
Setelah aku membalik sampai halaman terakhir yang kutulis, rupanya masih ada
tulisan di belakangnya, tulisan setelah potongan hati tempat ku berhenti
menulis. Rupanya dia mengerti aturan
buku itu dan menulis didalamnya juga. Hebat, dalam semalam dia telah memenuhi
hampir lebih dari tiga halaman. Padahal dia baru kenal denganku hari ini.
Aku coba membaca apa yang dia tulis,
aku ingin tau apa yang ia tulis tentangku. Padahal saat dia menulis ini, ia
sama sekali belum mengenalku. Ternyata, yang ia tulis hanyalah mengenai
penampilanku. Pastinya, karena ia juga baru mengenalku. Ia menghabiskan 3
halaman hanya untuk menceritakan penampilanku. Dari tulisannya “Walau hanya sekilas aku berpapasan
denganmu, aku seperti bertemu dengan seorang artis yang kusuka. Aku hanya
merasa seperti bertabrakan dengan artis.”
aku dapat mengira kalau dia suka denganku. Suka pada pandangan yang
pertama. Suka dengan penampilanku tentunya.
BUZZ!!!
Setelah itu, aku jadi sering bertemu
dengannya di perpustakaan. Ia sering mengajakku belajar bersama walau jurusan
kita berbeda. Terkadang ada mata kuliah umum yang ia tak mengerti, ia memintaku
untuk mengajarinya. Kalau aku terlalu sibuk belajar sampai – sampai aku lupa
minum, ia memberiku air minum. Beda sama Elizabeth yang bisanya ngomel melulu
kalau lagi belajar bersama denganku.
Lama – lama aku jadi tertarik
dengannya, wajah manis serta perilakunya yang polos membuatku jatuh cinta. Aku
menceritakan perasaanku ini pada Elizabeth dan Robin. Kalau Robin sih mendukung
banget, karena rupanya si Christella ini rupanya teman SMP nya si Robin.
Sedangkan si Elizabeth hanya bisa marah.
“Kamu itu kok mikirin pacara melulu! Pacaran melulu! Aku udah males denger deh
kalo orang ga mapan ngomongin tentang pacaran!” Bentaknya.
BUZZ!!!
Akhirnya aku PDKT ku berhasil! Aku
berhasil mendapatkan hatinya Christella. Tentunya karena bantuan Robin juga
yang memberiku kemudahan seperti meminjamkan mobil, meminjamkan caffee nya
untukku dan Christella berduaan, meminjamkan villanya, dan lain – lain. Bahkan
kejutan yang kuberikan pada Christella juga dibantu banyak proses nya oleh
Robin. Ia banyak memberi bantuan materi. Lumayan juga yah kalo punya teman baik
orang kaya dan tidak pelit seperti Robin.
Sekarang Christella sudah menjadi
pacarku. Rasanya hidupku lengkap sudah. Punya teman baik yang satunya pintar,
satunya kaya, dan punya pacar yang cantik. Kurang apa lagi hidupku sekarang,
sudah bahagia kan? Tapi bolehkah aku menceritakan kebahagiaanku lebih banyak
lagi?
BUZZ!!!
Hubunganku berjalan baik – baik
saja, bahkan kami sering belajar bersama. Karena sering belajar bersama, aku
jadi mengerti banyak tentang ilmu mangemen. Bahkan terkadang ia memintaku untuk
membantunya mengerjakan peer managemennya. Lumayan lah untuk menambah ilmu. Aku
jadi mengerti banyak tentang managemen walau aku hanyalah anak ilmu komunikasi.
Suatu hari, saat aku sedang dinner bersama Christella, telelfonku
bergetar (karena dalam mode silent). Aku
hendak mengangkatnya namun, “DUB!!”
“Aldy,
boleh ga kalau kita lagi berdua itu engga ada yang ganggu?”
“T..tapi
ini ada telefon, mungkin saja penting, mungkin saja dari orang tuaku.”
“Gak
mungkin! Gak mungkin dari orang tuamu! Mereka kan sudah tau kalau kita lagi
pacaran!”
“Tapi
Chris, mungkin saja ini penting!”
“Kamu
lebih pilih aku apa kepentingan kamu?! Seharusnya kamu tau dong kalau kita lagi
berdua yang mana harus diprioritakan!!”
Sebelum situasi semakin memanas,
lebih baik aku mengalah padanya. Mungkin saja dia lagi PMS, sehingga ia tidak
dapat menahan emosinya. Baru hari ini Christella terlihat sangat buas bagaikan
singa yang tak makan lima hari. Selama lebih dari 4 jam aku menahan getaran
telefon dipahaku karena aku tak kuasa mengangkatnya.
Setelah mengantar Christella pulang
(kuantar dia menggunakan mobil yang kupinjam dari Robin karena gengsi sama
Christella yang orang kaya, sedangkan aku bukanlah anak orang kaya seperti
Elizabeth dan Robin) aku baru berani melihat BB ku. Rupanya Robin yang menelefon, ada sekitar 47 missed call darinya. Ada apa yha dia
telefon sampai berulang kali?
Karena baterai BB ku sudah habis, aku tak dapat menelefon balik. Sehingga
kuputuskan untuk mencari Robin di apartementnya. Sesampaiku di apartementnya,
layaknya orang yang sopan, aku mengetuk terlebih dahulu. “BUUK!!” Aku menapat
pukulan keras dari Robin tepat di pipiku. Aku terbawa emosi.
“LOE
KENAPA SIH?! GUE BARU DATENG LANGSUNG LOE PUKUL? MAO LOE APA?!”
“HEHH!!
ALDY! LOE JADI ORANG TAU DIRI YE! GUE UDAH KASIH LOE APA YANG LU MAO, GILIRAN GUE
MINTA TOLONG AJA GA LU KERJAIN!”
“Emang
loe minta tolong apa sama gue?”
“OHMYGOD!
LOE LUPA!! TADI GUE DIPANGGIL SAMA DOSEN BAHASA INGGRIS GARA – GARA TUGAS GUE
GA ADA SATUPUN YANG BERES!! MASIH ENGGA SADAR LOE?!”
“Aduh
sorry Bin gue lupa. Gue sibuk ngerjain tugasnya Christella.”
“AHH
UDAH DIEM AJA LOE!! TEMEN GA BISA DI HARAP LOE EMANG! KALO ELIZABETH GA SAKIT
JUGA MENDING GUE MINTA TOLONG SAMA DIA!”
“GUBRAKK!!!”
(Robin membanting pintunya dengan keras)
Aku jadi merasa bersalah pada Robin,
aku menaruh kunci mobilnya di kotak surat karena ia lupa mengambilnya. Aku lupa
mengerjakan tugas bahasa inggris yang suda ia titipkan padaku sejak satu bulan
lalu. Aku lupa mengerjakannya karena terlalu sibuk bersama tugas Christella.
Apakah aku sudah salah? Oh iya! Aku kenapa tidak tahu kalau Elizabeth sakit?
Setelah kutanya, rupanya Elizabeth
sedang mengidap tifus. Ia sudah absen
kuliah selama satu minggu, dan parahnya aku tidak menyadarinya. Aku terlalu
sering menghabiskan waktu bersama pacarku, sehingga teman – teman baikku kurang
kuperdulikan. Tapi entah kenapa aku tetap merasa bahagia. Ada sih rasa bersalah
sama mereka. Cuma, aku hanya merasa hidupku ini sudah sempurna bila kujalani
bersama Christella.
BUZZ!!
Aku jadi jarang berkomunikasi dengan
Robin. Sepertinya ia benar – benar marah denganku. Aku jadi tak bisa meminjam
mobilnya untuk mengantar Christella lagi. Akhirnya aku mengakui kalau
sebenarnya aku tak punya mobil pada christella. Untungnya dia mau mengerti dan
tetap mencintaiku. Kebahagiaanku bertambah setelah mengetahui semua itu.
Untungnya aku masih dekat dengan
Elizabeth si tukang marah. Berulang kali ia menyuruhku untuk meminta maaf
kepada Robin. Elizabeth tidak mau persahabatan kita pecah. Namun aku
mengabaikannya. Seharusnya si Robin yang meminta maaf kepadaku, bukan aku yang
meminta maaf kepadanya. ” Kalau persahabatan kita tak seperti dulu itu karena
Robin yang salah! Bukan aku!” Sentakku padanya.
Makin hari makin kurasakan kalau
tugasku makin berat. Mungkin karena terlalu banyak tugas Christella yang harus
kukerjakan. Hampir setiap hari aku begadang hanya untuk mengerjakan tugasnya.
Sepertinya Christella menyerahkan semua tugasnya padaku. Jadi apa yang dia
kerjakan? Sudahlah, tak ada gunanya dipikirkan.
Untung saja Elizabeth mau membantuku
mengerjakan tugas – tugasku. Sehingga aku tidak terbengkalai. Ia baik sekali
sampai – sampai mau pulang malam hanya untuk mengerjakan tugasku. Elizabeth
mengatakan kalau aku bodoh karena aku mau diperbudak sama Christella. Namun aku
menjawabnya kalau itu adalah cinta, bukan soal perbudakan.
Suatu hari, saat aku sedang jalan
berduaan sama Christella, telefonku berdering. Rupanya itu dari Elizabeth, aku
sengaja ke toilet agar bisa mengangkatnya. Mungkin saja ini penting. Aku tak
mau tragediku dengan robin terulang kembali.
“Halo!
Ada apa Beth?”
“TUGAS
mu udah selesai nih, aku masih di perpus, kamu bisa anter aku pulang ga?”
“Bisa
Beth! Tapi tunggu yha, aku temenin Christella dulu. Sebentar lagi aku pulang
kok.”
Jam menunjukan pukul lima sore,
mungkin sekitar jam enam Christella sudah mengajaku pulang. Sehingga Elizabeth
tak perlu menunggu terlalu lama.
Saat aku kembali pada Christella,
aku terkejut karena ia telah memegang dua tiket bioskop yang dimulai jam
setengah tujuh. Kalau aku menegurnya kenapa ia tidak bertanya padaku dahulu
sebelum membeli tiket, pasti dia akan curiga. Terpaksa aku menuruti kemauannya.
Mungkin filmnya hanya akan memakan waktu satu jam. Elizabeth pasti masih bisa
menunggu sambil belajar.
BUZZ!!!
Film baru saja selesai dan jam sudah
menunjukan pukul delapan malam. Selama film berlangsung, aku merasakan getaran
dari BB ku. Pastinya itu dari
Elizabeth, dia pasti sudah menunggu terlalu lama. Tapi aku kenal dia. Dia tidak
pernah marah kalau disuruh menunggu terlalu lama.
Akhirnya kami keluar dari mall,
namun saat aku hendak mengantar Christella pulang, ia mengajakku untuk dinner
di tempat biasa. Tempat yang agak jauh dari kampus. Lagi – lagi aku terpaksa
menuruti kemauannya. Elizabeth juga pasti mengerti keadaanku. Tapi, kok
jalanannya becek ya?
Sekarang jam sudah menunjukan pukul
setengah sepuluh malam. Aku sudah mengantar Christella pulang. Dan sekarang aku
punya kuasa untuk melihat BB ku. Ada
sepuluh SMS dari Christella yang
bertuliskan.
“Aldy,
udah jam 6 nih! Mana loe?”
“Aldy, aku masih ada tugas yang ketinggalan di
rumah. Tolong jangan lama – lama dong”
“Aldy,
kampus udah mau ditutup. Kamu mana?”
“Aldy,
kampus udah ditutup. Aku tunggu di taman yah. Aku ga bisa pindah – pindah
karena bawaanku berat banget”
“Aldy,
udah jam setengah delapan. Cepetan dong!”
“Aldy,
udah mau hujan. Tolong jemput aku”
“Aldy,
hujan nih. Aku masukin TUGAS kamu ke tas aku deh biar TUGAS mu ga kehujanan.
Jangan lama – lama yha”
“Aldy,
kalau hujan ga usah jemput aku dulu deh. Cari tempat berteduh aja dulu supaya
kamu ga kehujanan.”
“Aldy,
hujan udah berhenti. Ayo jemput aku sekarang.”
“Aldy,
udah hampir jam sembilan. Aku pasti dimarahin papaku. Cepat jemput aku. Aku
mohon!”
Aduh! Elizabeth pasti kehujanan,
kasihan sekali dia. Aku bergegas menjemputnya. Yang membuatku terharu, saat aku
sampai disana, dia masih duduk di taman sambil memeluk tas nya agar TUGAS ku
tak kehujanan. Sedangkan TUGAS nya sudah basah kuyup. Bahkan ada yang robek
karena terlalu basah. Ia terlihat seperti menangis.
“Beth,
maaf yah aku kemaleman jemput kamu.”
“Gapapa
koq Dy, yuk kita pulang sekarang. Nih, TUGAS mu udah kuamain.”
“Trus
TUGAS mu gimana?”
“Udah
gapapa, aku bisa kerjain ulang”
Aku jadi merasa sangat berhutang
pada Elizabeth. Baru kali ini ia terlihat seperti malaikat. Rasa bersalah terus
menyelimutiku selama perjalanan pulang. Mungkin ini adalah salah satu dari
kebahagiaan mutlak yang kumiliki. Tuhan memberiku teman baik seperti Elizabeth.
Aku sedang belajar bersama Elizabeth
di perpustakaan karena satu bulan lagi kita menghadapi UAS. Karena terlalu banyak mengurusi TUGAS Christella, aku jadi
ketinggalan banyak pelajaran. Untung saja Elizabeth mau mengajari semua
pelajaranku yang tertinggal.
Tiba – tiba telefonku berbunyi dan
itu dari Christella. Segera aku mengangkatnya dan rupanya ia hanya ingin aku
menjemputnya dari rumah dan mengantarnya ke studio rekaman. Dia baru saja
diterima sebagai penyanyi solo oleh suatu production
yang sudah ternama.
Karena tak ingin mengecewakannya,
aku bergegas menjemputnya. Aku mengebut sekencang – kencangnya agar dia tidak
menunggu terlalu lama. Untung saja jalanan sepi. Jadi tak ada yang
menghalangiku mengendarai motor. Namun tiba – tiba….
*GUBRAKK!!! *
BUZZ!!!
Aku sudah terdampar di rumah sakit.
Aku mengalami kecelakaan hebat. Elizabeth berada di sampingku. Aku heran kenapa
dia yang ada di sampingku. Kenapa bukan Christella? Tidak! Rupanya kakiku sudah
diamputasi dua – duanya! Emosi ku meledak dan semuanya kulempar pada Elizabeth.
“KEMANA
KEDUA KAKIKU??!!”
“KENAPA
KAMU YANG BERADA DI SINI?? MANA CHRISTELLA?!! PASTI KAMU MENGUSIRNYA!!”
“Cukup
Dy Cukup. Kakimu diamputasi atas keputusan dokter. Christella yang ga mau lagi
jagain kamu, makanya aku yang gantian jagain.”
“GA
USA BOONG!! ARGHH!! TELEDOR SEKALI KAMU MENGIZINKAN DOKTER MENGAMPUTASI
KAKIKU!! KAMU SENANG KALAU AKU TAK BISA JALAN?!! PUAS KAMU!!??”
“Bukan
gitu Dy..”
“AKU
GA MAU DENGER APA – APA LAGI! CHRISTELLA JUGA GA MUNGKIN GA MAU JAGAIN AKU!! GA
USAH BOHONG!”
“Yaudah
terserah kamu mau ngomong apa!! Aku udah capek sama kamu!! Aku nyesel udah baik
sama kamu!!”
Elizabeth pergi meninggalkanku,
kucoba untuk bangkit dan naik ke kursi roda. Aku ingin mencari Christella. Aku
rindu padanya. Aku bergegas keluar dari kamar, keluar dari rumah sakit tanpa
sepengetahuan dokter yang menanganiku. Aku sudah tidak sabar.
Aku menjalankan kursi rodaku ke
kampus, aku sudah hafal sama jadwalnya Christella, dan aku yakin sekarang ia
berada di kampus. Untung saja rumah sakit ini jaraknya tidak terlalu jauh
dengan kampusku. Sesampaiku di kampus, banyak mata tertuju padaku. Namun mataku
hanya tertuju pada Christella.
Akhirnya apa yang kucari telah kutemukan. Namun apa yang
kutemukan tak sesuai dengan yang kuharapkan. Kulihat Christella sedang bersama
Robin, mereka bergandengan tangan seperti yang biasa kulakukan dengan
Christela. Aku tak bisa percaya akan apa yang kulihat.
Saat aku menghampiri mereka, Christella
berkata.
“Aldy,
maaf yah. Hubungan kita ga bisa berlanjut. Aku merasa kalau kita engga cocok
lagi. Jadi maaf yah.”
Ia
mengatakan kata perpisahan itu sambil mengembalikan semua barang yang pernah
kuberikan padanya. Termasuk cincin yang kuberikan saat valentine. Sungguh
rasanya hatiku ingin koyak.
Saat aku kembali ke rumah sakit, aku
bertanya kepada suster yang merawatku. Dan ia menceritakan segala yang terjadi
selama aku tak sadarkan diri. Rupanya aku sudah koma selama tiga minggu lebih.
Aku mengalami kecelakaan hebat yang sangat melukai kedua kakiku. Sehingga kedua
kakiku harus diamputasi.
Selama aku koma, Christella hanya
menemaniku selama 3 hari. Setelah itu ia tak pernah kelihatan lagi di rumah
sakit untuk menjagaku. Baru setelah itu, Elizabeth lah yang menjagaku.
Elizabeth menjagaku dari siang hingga malam. Sampai – sampai ia mengerjakan
tugas di sampingku, bahkan tugasku pun dikerjakan olehnya.
Elizabeth juga selalu mengganti
bunga di kamarku dikala bunga itu sudah layu. ia membersihkan ruanganku kalau
kotor. Bahkan terkadang ia mengecup keningku saat ia mau pulang ke rumahnya.
Itulah yang diceritakan oleh sang suster. Bahkan si suster mengira kalau
Elizabeth adalah pacarku.
BUZZ!!
Sekarang aku sadar kalau wanita yang
benar – benar menyayangiku adalah Elizabeth. Saat aku mencarinya di rumahnya,
adiknya mengatakan bahwa ia sudah pindah kuliah di luar negeri. Sedangkan aku
sendiri sudah di DO dari kampus karena saat aku koma tak ada yang mengurus
perizinanku.
Sekarang aku benar – benar tak tahu
harus bagaimana lagi. Aku kehilangan Christella, Robin, dan Elizabeth. Sudah
tidak ada lagi yang mau menjadi temanku. Keluargaku juga jauh di luar kota
sana. Sekarang aku tak punya siapa – siapa lagi. Apakah ini juga kebahagiaan
untukku?
Aku mencoba mencari tempat sepi dan
merenung. Andai aku tak memarahi Elizabeth, maka ia masih disini bersamaku.
Jika aku tak kehilangan kakiku, maka aku tak akan memarahinya. Jika aku tak
kecelakaan, maka aku tak akan kehilangan kaki. Jika aku tak terburu – buru,
maka aku tak akan kecelakaan. Jika bukan karena Christella, maka aku tak akan
terburu – buru.
Jika…maka…Jika…maka..jika…maka………………………@&#^)@#)*@#*)&@^#&^*@^#
*DOORR!!!!*
Kisahku berakhir dengan bunuh diri.
Tapi, bukankah yang kujanjikan adalah menceritakan tentang kebahagiaan?
Bukankah yang ingin kubagikan adalah pengalaman yang membawaku pada
kebahagiaan? Jadi kenapa sekarang aku
mati? Lalu siapa yang bercerita sekarang? Siapa yang menulis di buku cinta
sampai halaman terakhir jika aku sudah mati?
BUZZ!!! BUZZ!!!
Aku terbangung lagi dari tidur
siangku. Aku tertidur di perpustakaan saat sedang belajar dengan Elizabeth.
Sungguh mimpi buruk yang sangat panjang untuk sekedar tidur siang. Tiba – tiba
Robin mengajak untuk keluar dari perpustakaan. Aku masih bingung akan mimpiku,
namun saat keluar dari perpustakaan, aku bertabrakan dengan seorang wanita
cantik yang sepertinya ada di dalam mimpiku. Barang yang ada di tangannya
berserakan di lantai, namun aku hanya memungut barang – barang ku yang
terjatuh( terutama buku cinta ku) dan
pergi meninggalkannya. Setelah itu, hidup yang kujalani tak sama seperti yang
ada di dalam mimpi.