Dahlan Iskan (gambar diambil dari hukum.kompasiana.com) |
Dahlan begitu inspiratif karena kesederhanaannya, jiwanya yang bebas, optimis, bertanggung jawab, dan pikirannya yang luar biasa.
Dahlan
Iskan, pria kelahiran Magetan, 17 Agustus 1951 dari keluarga petani. Sempat
selama dua tahun ia menjadi mahasiswa di IAIN Samarinda. Namun, tak selesai
karena ia mengaku telah jatuh cinta pada koran kampus. Mulailah ia menjadi
wartawan lokal.
Lembaga
swadaya masyarakat Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi
Sosial (LP3ES) mengadakan program kerja magang di Jakarta, ia terpilih dan
dapat magang di majalah Tempo. Ia berada di bawah komando Pemimpin Redaksi Bur
Rasuanto. Prestasinya, laporan eksklusif terpidana mati Kusni Kasdut dari
penjara Cipinang.
Setelah
selesai magang, ia kembali ke Samarinda. Sesekali member kontributnya kepada
Tempo. Dikala ada tragedi Tampomas II terbakar dan tenggelam, Dahlan menurunkan
dua laporan utama untuk Tempo. Dua edisi berturut-turut meulis tentang
peristiwa yang menewaskan lima ribu penumpang di perairan Masalembo, Laut Jawa
membuatnya dipromosikan untuk menduduki kepala biro Tempo di Surabaya.
Ketika
Grafiti Pers membeli koran Jawa Post (1982), Eric Samola menunjuk Dahlan
mengelolanya karena ia sudah mengetahui dengan baik wilayah Surabaya. Kepala
sirkulasi dipegang oleh Imam Soeroso. Orang Tempo di Jakarta menilai mereka
berdua ‘nekat’ mengelola Jawa Post yang diprediksi suram.
Jawa Post
yang terbit pertama kali pada 1 Juli 1949 ini dimiliki oleh penggagasnya, yakni
The Cung Sen. Koran yang berhaluan liberal ini, awalnya tergolong pers Cina
yang menitikberatkan beritanya pada ekonomi, terutama perdagangan. Ketika
dibeli Samola, koran ini hanya sepuluh persen dari oplah Surabaya Post, wajar
banyak yang pesimistis.
Samola
memberi modal kerja Rp 45 juta. Dahlan menerapkan program penghematan dan hanya
menggunakan Rp 30 juta sampai Jawa Pos sudah mampu mandiri. Laki-laki yang
menjiwai sifat jurnalis ini membenahi penampilan koran. Gambar dan foto di
halaman pertama menjadi berwarna. Jajaran redaksi diperbaharui. Wartawan
dikerahkan untuk mencari berita, bukan menunggu siaran pers atau undangan jumpa
pers saja. Feature dan analisis berita diterapkan. Redaksi wajib siap siaga
sampai pukul dua pagi. Jajaran tata letak harus bekerja keras kerja sambil
berdiri sepanjang hari. Dahlan membuka jaringan penjualan melalui keluarga dan
anak-anak sekolah. Lima tahun pertama oplah Jawa Pos luar biasa meningkat.
Peningkatan
luar biasa sampai tahun 1990 ini sudah berhasil membawa Jawa Pos ke dalam
deretan pertama koran paling laku di Indonesia. Lima tahun kedua (1987-1992)
omset Jawa Pos mencapai Rp 38,6 miliar dengan oplah berjumlah 300 ribu
eksemplar per hari. Sesuai slogan kampanye, “koran nasional yang terbit dari
Surabaya”, Jawa Pos merambah keluar Surabaya dengan membentuk Jawa Pos News
Network (JPNN) (1987) dengan Dahlan sebagai Chief Executive Officer. JPNN
adalah jaringan yang memeasok berita ke 80 media cetak yang dimilikinya. Semua
saling terhubung dan dapat diakses melalui bank data JPNN.
Tahun
2000, Jawa Pos memiliki 67 koran, tabloid, dan majalah. Grup Jawa Pos memiliki
40 jaringan percetakkan. Tahun 2002, Jawa Pos melebarkan sayap ke dunia televisi
lokal. Meskipun sudah berhasil, Dahlan belum juga memiliki ruang kantor di
gedung perkantoran Graha Pena, tidak memiliki nomor telepon khusus juga.
Dahlan yang rutin menghubungi sekertarisnya untuk melaporkan posisinya.
Dahlan
selalu tampil sederhana bebas meskipun sekarang (2011) ia sudah menduduki
jabatan Menteri BUMN setelah sebelumnya ia menduduki posisi direktur utama PLN
dan membawa PLN kea rah yang jauh lebih baik. Ia tetap seorang yang seperti
dulu, dan selalu dihormati oleh karyawannya. Dahlan begitu inspiratif karena
kesederhanaannya, jiwanya yang bebas, optimis, bertanggung jawab, dan
pikirannya yang luar biasa.
Ditulis pada 9 Januari 2012
Oleh Putri Suryani (Jurnalistik 2010)
No comments:
Post a Comment