Wednesday, December 12, 2012

Profil : Dahlan Iskan Sang Inspiratif


Dahlan Iskan
(gambar diambil dari hukum.kompasiana.com)

Dahlan begitu inspiratif karena kesederhanaannya, jiwanya yang bebas, optimis, bertanggung jawab, dan pikirannya yang luar biasa.


Dahlan Iskan, pria kelahiran Magetan, 17 Agustus 1951 dari keluarga petani. Sempat selama dua tahun ia menjadi mahasiswa di IAIN Samarinda. Namun, tak selesai karena ia mengaku telah jatuh cinta pada koran kampus. Mulailah ia menjadi wartawan lokal.

Lembaga swadaya masyarakat Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi Sosial (LP3ES) mengadakan program kerja magang di Jakarta, ia terpilih dan dapat magang di majalah Tempo. Ia berada di bawah komando Pemimpin Redaksi Bur Rasuanto. Prestasinya, laporan eksklusif terpidana mati Kusni Kasdut dari penjara Cipinang.

Setelah selesai magang, ia kembali ke Samarinda. Sesekali member kontributnya kepada Tempo. Dikala ada tragedi Tampomas II terbakar dan tenggelam, Dahlan menurunkan dua laporan utama untuk Tempo. Dua edisi berturut-turut meulis tentang peristiwa yang menewaskan lima ribu penumpang di perairan Masalembo, Laut Jawa membuatnya dipromosikan untuk menduduki kepala biro Tempo di Surabaya.

Ketika Grafiti Pers membeli koran Jawa Post (1982), Eric Samola menunjuk Dahlan mengelolanya karena ia sudah mengetahui dengan baik wilayah Surabaya. Kepala sirkulasi dipegang oleh Imam Soeroso. Orang Tempo di Jakarta menilai mereka berdua ‘nekat’ mengelola Jawa Post yang diprediksi suram.

Jawa Post yang terbit pertama kali pada 1 Juli 1949 ini dimiliki oleh penggagasnya, yakni The Cung Sen. Koran yang berhaluan liberal ini, awalnya tergolong pers Cina yang menitikberatkan beritanya pada ekonomi, terutama perdagangan. Ketika dibeli Samola, koran ini hanya sepuluh persen dari oplah Surabaya Post, wajar banyak yang pesimistis.

Samola memberi modal kerja Rp 45 juta. Dahlan menerapkan program penghematan dan hanya menggunakan Rp 30 juta sampai Jawa Pos sudah mampu mandiri. Laki-laki yang menjiwai sifat jurnalis ini membenahi penampilan koran. Gambar dan foto di halaman pertama menjadi berwarna. Jajaran redaksi diperbaharui. Wartawan dikerahkan untuk mencari berita, bukan menunggu siaran pers atau undangan jumpa pers saja. Feature dan analisis berita diterapkan. Redaksi wajib siap siaga sampai pukul dua pagi. Jajaran tata letak harus bekerja keras kerja sambil berdiri sepanjang hari. Dahlan membuka jaringan penjualan melalui keluarga dan anak-anak sekolah. Lima tahun pertama oplah Jawa Pos luar biasa meningkat.

Peningkatan luar biasa sampai tahun 1990 ini sudah berhasil membawa Jawa Pos ke dalam deretan pertama koran paling laku di Indonesia. Lima tahun kedua (1987-1992) omset Jawa Pos mencapai Rp 38,6 miliar dengan oplah berjumlah 300 ribu eksemplar per hari. Sesuai slogan kampanye, “koran nasional yang terbit dari Surabaya”, Jawa Pos merambah keluar Surabaya dengan membentuk Jawa Pos News Network (JPNN) (1987) dengan Dahlan sebagai Chief Executive Officer. JPNN adalah jaringan yang memeasok berita ke 80 media cetak yang dimilikinya. Semua saling terhubung dan dapat diakses melalui bank data JPNN.

Tahun 2000, Jawa Pos memiliki 67 koran, tabloid, dan majalah. Grup Jawa Pos memiliki 40 jaringan percetakkan. Tahun 2002, Jawa Pos melebarkan sayap ke dunia televisi lokal. Meskipun sudah berhasil, Dahlan belum juga memiliki ruang kantor di gedung perkantoran Graha Pena, tidak memiliki nomor telepon khusus juga.  Dahlan yang rutin menghubungi sekertarisnya untuk melaporkan posisinya.

Dahlan selalu tampil sederhana bebas meskipun sekarang (2011) ia sudah menduduki jabatan Menteri BUMN setelah sebelumnya ia menduduki posisi direktur utama PLN dan membawa PLN kea rah yang jauh lebih baik. Ia tetap seorang yang seperti dulu, dan selalu dihormati oleh karyawannya. Dahlan begitu inspiratif karena kesederhanaannya, jiwanya yang bebas, optimis, bertanggung jawab, dan pikirannya yang luar biasa.


Ditulis pada 9 Januari 2012
Oleh Putri Suryani (Jurnalistik 2010)

No comments:

Post a Comment