Malam bersanding malu pada biasan mentari pagi ini
Lelah terselip dalam jemari lembut yang menggelitik katup mata
Kuberkaca pada embun yang menghangatkan senyum dan mengistimewakan hati
Berjalan seirama tanpa rasa sungkan dan penuh tawa
Indah... Terlihat lekuk panoramamu yang hijau dan asri
Syahdu... Terdengar sepimu dalam bahagianya ruang dan waktu
Tergoda harum tanahmu yang melambai
Bukan karena mendungnya mega...
Bukan... Bukan karena ilu yang meniti...
Melainkan secercah kerinduan yang berlabuh di ujung hatimu...
Pantulan cahayamu membuka sebuah perjalanan klasik bersama teman sehati dan sejiwa,
Kutangkap
kumpulan rona cahaya yang bias akan memori
Tersimpan setiap detiknya dalam lebar diafragma
Menilik wajah Keraton untuk pertama dari balik lensa
Kucerna sejarahmu sedari dulu hingga masa kini
Kucerna sejarahmu sedari dulu hingga masa kini
Melalui alunan musik tradisional bersama
jajaran potret yang mulai keriput
Menginjakkan kaki di tanah Malioboro untuk mengobati hati yang penasaran
Kusambut suguhan khas para pekerja yang
bergulat dengan waktu,
saling menjajakan dagangan dan berebut
pelanggan
Menapakki tiap jalan hingga kujejakkan kaki di tanah Tugu dan Taman Sari
Menapakki tiap jalan hingga kujejakkan kaki di tanah Tugu dan Taman Sari
sajian kuno berselera memanjakan mata ini
Kubercengkerama dengan senja yang mengalun pada sandiwara malam
Penat pun usang tersanding oleh keramahan lampu kota
Kubercengkerama dengan senja yang mengalun pada sandiwara malam
Penat pun usang tersanding oleh keramahan lampu kota
Damai... dan rupawan....
Esok pun terpana oleh kokohnya Prambanan,
potongan-potongan jiwa yang kuat bak batu-batu
megah mengilap
Hiasan langit dengan senyum dan tawa membahana dari sudut bibir
Lalu, mendinginnya hati dalam selimut Kaliurang,
Hiasan langit dengan senyum dan tawa membahana dari sudut bibir
Lalu, mendinginnya hati dalam selimut Kaliurang,
terlumat indah dan senyap sang pesona
Dinginmu tak mampu meluluhlantakkan hati yang terjepit rasa candu agung-Mu
Syukur...
Hingga pagi pun menyapa hati yang ingin terus berkelana
Ditemani rembulan dan hamparan bintang yang mengawang
Apa daya, waktu pun membisik paksa
Dinginmu tak mampu meluluhlantakkan hati yang terjepit rasa candu agung-Mu
Syukur...
Hingga pagi pun menyapa hati yang ingin terus berkelana
Ditemani rembulan dan hamparan bintang yang mengawang
Apa daya, waktu pun membisik paksa
Dan kubisikkan kata perpisahan pada kota yang penuh kenang
“Sampai Jumpa Yogyakarta….”
Tangerang, 24 Maret 2012
Sintia Astarina & Sekar Rarasati
No comments:
Post a Comment