MUSUHKU, CINTAKU
oleh Angela Limawan
Tidak setiap
orang sama walaupun dia tinggal di negara yang sama. Memiliki budaya, bahasa,
kehidupan yang sama. Tapi pribadi seseorang tidak akan sama. Itulah satu hal
yang sangat penting baru aku pelajari. Walaupun aku membeci negara itu, tapi
aku akan salah jika aku membenci semua orang dari negara itu. Bukan negaranya
yang jelek dan menyebalkan tapi sebagian orang di dalamnya yang membuat negara
itu terlihat buruk di mata orang lain. Bahkan ternyata dengan beberapa orang
yang suka membuat ulah dengan negara lain, bisa menjadikan sebagian warganya
juga ikut membenci negaranya sendiri. Tentu saja karena negaranya terus menerus
membuat konflik dengan negara lain. Ini benar – benar pengalaman yang luar
biasa dalam hidupku, karena Tuhan benar – benar membuka mataku agar aku sadar
bahwa selama ini aku telah salah menilai orang. Dan aku lebih menyesal lagi
saat sadar bahwa orang yang aku benci adalah orang yang kelak bisa membuatku
jatuh cinta padanya.
“ Gung, u ambil jurusan ap?”
“ Gw ambil komunikasi. U?”
“ Gw ambil komunikasi. U?”
“ Gw bisnis. Wah, beruntung banget
u. Tadi gw liat cewek cantik banget lagi nyari kelas. Dia komunikasi juga. Eh,
kalo u uda kenal dia, kenalin gw y!”
“ Dasar u! Uda sana masuk, gw juga
mo masuk. Ntar ketemu di kantin y.”
Di dalam kelas, tiba – tiba mataku
tertuju pada seorang gadis cantik dengan rambut lurus, putih, lembut. Dan dalam
hatiku berkata,” Siapa dia? Apa aku jatuh cinta pada pandangan pertama? Dia
benar – benar tipe cewekku.” Aku langsung berkenalan dengannya.
“ Halo, nama w Agung Pranata. Nama
u?”
“ W Tifanny Khrisma. Salam kenal.”
Dalam hatiku berkata lagi,” Wah, ni
cewek ga canggung kenalan ama orang baru. Ga neko – neko kaya cewek laen y.”
“ Hai Agung sayang, ko kamu
ninggalin aku sih! Kita duduk bareng y.” Langsung duduk di sampan Agung sambil
memeluknya.
“ Eh, Cas apa – apaan sih u. Ga sopan banget!”
“ Sori sayang. Eh, siapa nih?”
“ Kenalin dia temen baru w namanya
Tifanny. Fan, kenalin nih Casey Clow.”
“ Well, sebenernya w bukan temen
biasa buat Agung. Salam kenal y. Btw u tinggal di mana y?”
“ Apa – apaan sih u! Dan kenapa u
nanya dia tinggal di mana? Emang kalo dia tinggal di rumah yang jelek u bakal
ngebully dia? Awas y u!”
“ Ih, ko kamu ngomongnya gitu sih ama aku, Bab. Nggak ko, aku kan cuma nanya, gak apa – apa kan Fan?”
“ Ih, ko kamu ngomongnya gitu sih ama aku, Bab. Nggak ko, aku kan cuma nanya, gak apa – apa kan Fan?”
“ Gak apa ko, w tinggal di asrama
pasturan St. Angela karena w dari luar negri. W dari …..”
“ Slamat pagi anak – anak. Hari ini
kita belum akan memulai pelajaran. Kita hanya akan perkenlan satu sama lain.
Baik, ibu akan mulai memperkenalkan diri. Nama ibu, Veronika. Ibu dosen
komunikasi di Universitas Garuda ini. Ibu sudah 3 tahun mengajar di sini. Jadi
ibu sangat berharap pada kalian semua untuk bisa seperti kakak kelas kalian
yang sudah lulus dengan baik. Dan universitas ini bukan universitas yang bisa
memberikan toleransi pada apapun. Jadi jika tidak bisa mengikuti peraturan yang
ada di sini, silahkan keluar. Karena ibu menilai kalian bukan hanya dari
pengetahuan, tugas, atau ulangan saja tapi juga sikap. Mengerti! Sekarang, ibu
akan absent satu per satu dan ceritakan tentang diri kalian. Kalian masuk ke
fakultas komunikasi harus bisa belajar berkomunikasi yang baik dan benar lebih
dari anak – anak fakultas lain. Baik, ibu mulai dari Agung Pranata. Silahkan!”
“ Saya Agung Pranata. Saya dari SMA Kanisius Jakarta. Hobi saya adalah bermain futsal. Trima kasih.”
“ Saya Agung Pranata. Saya dari SMA Kanisius Jakarta. Hobi saya adalah bermain futsal. Trima kasih.”
“ Berikutnya Casey Clow.”
“ Saya Casey, saya dari SMA Theresia
Jakarta. Hobi saya belanja dan nonton bioskop.”
“ Hah, ya ampun. Baik, berikutnya
Tifanny Khrisma.”
“ Nama saya Tifanny Khrisma. Saya
dari SMA Harapan Mulia Malaysia.”
“ Wah, jauh sekali kamu kuliah di
sini. Bisa beritahu kami kenapa kamu pindah ke Indonesia?”
“ Apa? Dia dari Malaysia? Negara yang aku benci yang selalu membuat konflik dengan Indonesia? Hah, dasar! Seharusnya dari awal aku tidak boleh tertarik dengannya. Dia musuhku, dan aku harus mengalahkannya!” Agung menggerutu dalam hati.
“ Apa? Dia dari Malaysia? Negara yang aku benci yang selalu membuat konflik dengan Indonesia? Hah, dasar! Seharusnya dari awal aku tidak boleh tertarik dengannya. Dia musuhku, dan aku harus mengalahkannya!” Agung menggerutu dalam hati.
“ Ayah saya pindah bekerja di perusahaan
di Indonesia untuk waktu yang cukup lama. Jadi keluarga kami memutuskan untuk
tinggal dan menetap di sini.”
“ Dengar anak – anak, bukan berarti
Negara kita yang selalu berkonflik dengan Malaysia membuat kalian membenci
Tifanny. Anggap dia sebagai teman kalian juga, bukan musuh. Ibu tidak mau ada
permusuhan di sini. Mengerti!”
“ Sam, u tau ga masa di kelas w ada
anak dari Malaysia!”
“ Ha? Serius u? Yuk kita buli!”
“ He! Jangan ntar w yang kena marah ma Bu Sinta. U mau baru masuk uda dapet SP. Sumpah w benci banget kalo tau begini ma dia.”
“ Ha? Serius u? Yuk kita buli!”
“ He! Jangan ntar w yang kena marah ma Bu Sinta. U mau baru masuk uda dapet SP. Sumpah w benci banget kalo tau begini ma dia.”
“ Emang tadinya u suka ama dia?
Hahahaha…..”
“ Iya. Ooops!” Langsung menutup
mulut.
“ Ha? U jatuh cinta pada pandangan
pertama? Hahahhaah…Agung, Agung. Emang dia secantik apa sih ampe bisa naklukin
pangeran kaya u.”
“ Tuh orangnya.” Menunjuk kea rah
Tifanny.
Tanpa bisa berkata – kata dan hanya
melihat dengan tatapan penuh rasa kagum.
“ Woi! Kenapa, u suka juga? Emang
dia perfect tapi kita harus inget dia dari mana. Setuju!”
“ Setuju!”
Hari demi hari aku lewati di kelas
yang sama dengannya. Ternyata dia anak yang pandai dan rajin. Dia juga tidak
seperti orang di negaranya yang aku benci. Dia baik dengan semua orang, dia
juga mencintai hal – hal yang ada di Indonesia. Dan yang membuatku kaget,
ternyata dia membenci pemerintahan di negaranya. Katanya, pemerintahan di
negaranya selalu membuat konflik dengan Indonesia. Ini membuatnya cukup takut
tinggal dan bergaul di Indonesia. Dia juga membuktikan bahwa semua hal yang
diclaim oleh negaranya adalah asli milik Indonesia. Sering dia merasa sedih dan
tidak enak hati dengan orang Indonesia yang tidak bisa berbuat banyak saat
negaranya mengambil sedikit demi sedikit dari Indonesia. Rasanya ia ingin
menentang apa yang dilakukan negaranya. Tapi dia tidak bisa, itu Negara tempat
dia dilahirkan dan dibesarkan selama 17 tahun. Karena sudah tahu hal ini, maka
aku mulai mau membuka diriku untuk ngobrol dengannya. Tapi aku tetap akan
berusaha menutup hatiku untuknya. Karena walau bagaimana pun dia tetap musuhku.
“ Fan, gimana tugas Bu Sinta, u uda
selesai?”
“ Lumayan, w tinggal ngirim email ke dia. Oh iya, Gung w mo ngomong serius ke u boleh?”
“ Ha? Serius? Aaaaa…apa? Boleh ko, boleh hehehee…”
“ Lumayan, w tinggal ngirim email ke dia. Oh iya, Gung w mo ngomong serius ke u boleh?”
“ Ha? Serius? Aaaaa…apa? Boleh ko, boleh hehehee…”
“ W mo minta maaf, w tau u kesel
banget ma negara w dan w takut u jadi ga nyama di kelas karna ada w. W ga mau
nilai u kurang baik karna kehadiran w di kelas yang bikin u kesel tia hari dan
u jadi ga konsen ama pelajaran.”
“ Gak apa – apa ko. W jadi yang
harusnya minta maaf ke u kalo u uda jadi susah begini gara – gara sikap kekanak
– kanakan w selama ini.”
Mendengar
perkataan perkataannya kemarin, hatiku semakin luluh dan semakin tidak
terkendali. Seolah perasaan suka yang aku kandangin di hatiku berontak dan
ingin keluar karena perasaan itu sepertinya telah tumbuh besar dari hari ke
hari. Ya Tuhan bagaimana ini? Kenapa ini terjadi? Aku harus bagaimana? Setiap
hari aku merenung, memikirkan, sambil terus menjalani hari – hari dengannya.
Yang membuatku semakin akrab dengannya, sampai akhirnya kami tahu keluarga dan
kehidupan pribadi kami masing – masing. Dan akhirnya aku sadar bahwa aku benar
– benar mencintainya.
Setelah 6 bulan berkenalan akhirnya
aku memutuskan untuk mengakui perasaanku padanya. Aku sadar bahwa aku salah
sudah membencinya. Aku harap dia mau memaafkanku dan menerima cintaku.
“ Hai, Fan w mo ngomong penting ama
u boleh?”
“ Boleh mo ngomong apa?”
“ Boleh mo ngomong apa?”
“ U dengerin w dulu ampe selesai
tanpa komentar y, nanti w pasti kasih kesempatan u bicara. Sebenernya dari awal
w ketemu ama u, w udah suka ama u. U satu – satunya cewek yang gak agresif pas
ketemu w. W ngerti mungkin u belum tau siapa w. Tapi setelah kita berteman
sekian lama dan u uda tau siapa w, u tetap santun. U gak pernah mandang orang
dari luar. U bener – bener beda ama orang – orang di negara u. Dan w minta maaf
kalo w uda benci banget ma negara u. W sadar ga semua orang jelek di negara u.
Dan w janji w akan buang jauh – jauh perasaan itu. Sekarang w mo tanya ke u, u
mau ga jadi pacar w?”
“ Gak apa ko, w sadar mungkin
beberapa orang di negara w emang buat warga negara u kesal dan w memaklumi itu
karna itu sudah sepantasnya u miliki. Kalo w jadi u, w juga pasti kesel. Kalo
soal itu, w harus izin ke orang tua w dulu. Mereka harus tau siap yang jadi
pacar w. W harap u mau ketemu mereka dulu. Kalo mereka setuju, ehm…w mau ko
jadi pacar u.”
Dengan rasa senang aku ikut ke rumah
Tifanny untuk makan malam dan berkenalan. Kami berbincang – bincang dengan
nyaman tanpa adanya rasa canggung perbedaan kewarganegaraan. Mereka tidak
pernah mempermasalahkan konflik antarnegara kami. Malah mereka yang merasa
tidak enak karena ulah warga negaranya. Sungguh aku menyesal memiliki perasaan
seperti itu dulu. Ternyata Tuhan benar – benar menunjukan bahwa aku salah besar
menilai orang, dan aku harus menebusnya.
Setelah
izin dari orang tua Tifanny aku dapatkan kita pun memulai hubungan kami sebagai
sepasang kekasih. Sekarang giliran orang tuaku. Tapi, ayahku tidak seperti
mereka. Ayahku sepertiku dulu yang menganggap orang dari Negara tetangga itu
musuh yang menyebalkan. Tapi aku tetap optimis, aku bisa merubah karakterku
dengan usaha sendiri, aku pasti bisa mengubah pemikiran ayahku yang lebih
dewasa.
“
Ma, Pa besok aku mau bawa Tifanny ke sini buat makan malam y.”
“ Silahkan papa tidak melarang. Ternyata kamu sudah dewasa y hahahaha…”
“ Tapi Pa, Ma aku mau kasih tau ke kalian kalo Tifanny itu asli orang Malaysia. Dia pindah dan menetap di sini karna …….”
“ Silahkan papa tidak melarang. Ternyata kamu sudah dewasa y hahahaha…”
“ Tapi Pa, Ma aku mau kasih tau ke kalian kalo Tifanny itu asli orang Malaysia. Dia pindah dan menetap di sini karna …….”
“
Apa? Tidak papa tidak setuju kamu bergaul dengan dia. Kamu tidak ingat apa yang
mereka perbuat pada kita! Pokoknya papa tidak suka dengan dia!” Langsung
meninggalkan ruang makan.
“
Pa, tunggu….! Ma, mama bisa kan bantu aku? Mama setuju kan ama pilihanku selama
itu baik buat aku?”
“
Sayang, mama tidak seperti ayah kamu. Kamu tenang aja. Besok tetap bawa dia untuk
makan malam di sini. Mama akan masak yang special buat gadis kamu.”
“
Tapi papa?”
“
Kamu tenang aja, jika sikap papa kamu buruk, mama yang akan kendalikan dan mama
yang akan jelaskan ke Fanny jika kamu gak bisa.”
“ Makasih banyak y ma.”
“ Makasih banyak y ma.”
Di
kampus sebelum mengundangnya makan malam di rumahku, aku menjelaskan keadaan
papaku ke Fanny. Ternyata memang dia adalah oang baik dan aku tidak salah
memilihnya, dia mengerti dan tetap mau makan malam di rumahku. Aku hanya bisa
berharap dia bisa meluluhkan hati papaku.
“
Slamat datang silahkan masuk. Saya ibunya Agung.”
“
Saya Tifanny, senang berkenalan tante.”
“
Pa, kenalin ini Tifanny pacarnya Agung. Silahkan duduk, Fan!”
“
Apa kabr om? Makasih tante.”
“
Agung papa mo jelasin sama kamu. Sebenarnya papa dan mama sudah menjodohkan
kamu dengan Casey. Dia anak teman baik papa. Katanya dia satu kampus dengan
kamu. Apa itu benar?”
“
Apa? Papa apa – apaan sih main jodoh – jodohin aku. Aku kenal siapa Casey dan
aku ga akan pernah mau sama dia. Maaf pa kalo aku lancing.”
“ Jangan kurang ajar kamu! Asal kamu tau, papa juga tidak akan setuju kamu sama dia, NGERTI!”
“ Jangan kurang ajar kamu! Asal kamu tau, papa juga tidak akan setuju kamu sama dia, NGERTI!”
Di
kampus aku berusaha menjelaskan kejadian semalam agar Fanny tidak marah padaku.
“ Fan, soal yang semalem….”
“
Denger Gung, aku sama sekali ga marah ama kamu dan orang tuamu. Tapi aku ga mau
hubungan kamu dan ayah kamu rusak kaya gini gara – gara aku. Aku ga mau jadi
penyebab hancurnya kluarga kamu. Sebenarnya aku berat buat ngomong ini tapi ini
lebih baik buat hubungan kita ke depan. Kita putus aja y?”
“
Apa? Jangan, aku ga mo. Denger, aku bisa atasin masalah ini. Kamu ga usah ikut
campur dulu. Aku akan beresin dan buat papaku nerima kamu. Pokoknya aku ga mau
kita putus! Please jangan putusin aku. Kasih aku waktu buat selesain masalah
ini. Kamu mau kan?”
“
Tapi……”
“
Please Fan, aku ga mau putus!”
“
Tapi kalo ga bisa, aku cuma ga mo hubungan kamu dan papa kamu tegang terus kaya
gini. Dan satu – satunya cara kita harus putus y.”
“
Aku pasti bisa.”
Sambil
meninggalkan Agung, aku kembali ke kelas dengan menahan tangis. Tapi di toilet
aku tidak bisa membendung tangisku. Aku menangis tanpa suara. Mungkin ini
tangisanku yang paling sedih selama hidupku. Rasanya benar – benar sakit
mengatakan itu semua. Ya Tuhan, dia pacar pertamaku. Cowok pertama yang begitu
berarti untukku. Kenapa jika dia bukan milikku tapi Kau berikan dia padaku?
Selama
berhari – hari hubungan kami masih dikatakan backstreet sejak kejadian malam
itu. Setiap hari aku berfikir cara untuk mengatakan semua ini pada papaku. Tapi
aku malah mendapat kabar buruk. Bahwa di hari ulang tahunku, papaku dan orang
tua Casey memutuskan untuk menjodohkan aku di depan para undangan. Aku tidak
bisa menyembunyikan ini dari Fanny, walupun aku tahu dia pasti akan sakit hati.
Tapi dia tahu bahwa aku hanya mencintai dia.
Di
hari ulang tahunku, aku terpaksa tidak mengundang Fanny. Ternnyata benar,
ayahku menjodohkan aku malam itu dan kami pun bertunangan. Dengan sedih aku
menuruti semua perkataan ayahku. Karena di satu sisi aku tidak mau membuat
orang tuaku malu dengan para undangan yang hadir. Para undangan bukan orang
biasa, tapi para orang terhormat dari perusahaan ayahku. Lalu akhirnya aku
memberanikan diri bicara.
“
Slamat malam para undangan sekalian mohon perhatiannya sebentar. Saya mau
bertanya apakah ada dari kalian yang membenci warga Malaysia?”
Ternyata
Tuhan membantuku malam itu. Banyak para undangan menjawabku.
“
Tidak. Walaupun sebagian dari mereka sering berbuat konflik dengan kita.”
“
Tidak. Karena tidak semua orang Malaysia itu buruk.”
“ Tidak. Karena mereka tetap menerima kita dengan baik saat kita ke sana.”
“ Tidak. Karena mereka menerima anak saya dan berteman dengan baik tanpa ada masalah kewarganegaraan.”
“ Tidak. Karena mereka tetap menerima kita dengan baik saat kita ke sana.”
“ Tidak. Karena mereka menerima anak saya dan berteman dengan baik tanpa ada masalah kewarganegaraan.”
“
Trima kasih banyak atas jawabannya. Saya akan bertanya sekali lagi. Apakah
pantas jika kita membenci orang Malaysia yang tinggal di sini karena kesalahan
yang bukan dia perbuat?”
“
Sama sekali tidak! Siapa orangnya?”
“ Apa hak orang itu?”
“ Dia sungguh membuat warga Indonesia malu dengan perbuatannya.” Para undangan menggerutu dan membuat gaduh dengan teriakan – teriakan.”
“ Apa hak orang itu?”
“ Dia sungguh membuat warga Indonesia malu dengan perbuatannya.” Para undangan menggerutu dan membuat gaduh dengan teriakan – teriakan.”
“
Baik. Cukup. Terima kasih. Maaf jika saya membuat papa malu malam ini. Tapi
saya benar – benar sudah tidak tahan dengan sikap papa. Kalau papa hanya
melarang saya berteman dengan Fanny, saya terima. Tapi kalau papa sudah
mengambil hak saya untuk memilih yang terbaik untuk saya dengan perjodohan
seperti ini, saya tidak bisa terima. Saya juga minta maaf kepada Tuan dan
Nyonya Clow, kalau saya tidak bisa bertunangan dengan Casey. Karena saya
mencintai wanita lain.”
Di
luar dugaanku, para undangan seolah mendukungku dengan menggerutu menyinggung
papa. Mereka sepertinya juga tidak suka dengan perbuatan papaku. Dan mamaku
juga setuju denganku, dengan tersenyum bahagia. Yang membuat aku semakin
bahagia lagi, ternyata walaupun Casey marah dengan perbuatanku, tapi kedua
orang tuanya mengerti maksudku.
“
Agung, om dan tante benar – benar minta maaf. Kalau kami tahu ini memaksakan
kamu, kami pasti akan menolaknya dari awal. Kami memang sangat ingin kamu
menjadi pendamping Casey, tapi jika tanpa cinta kami juga tidak bisa memberikan
Casey. Kami hanya berharap ada orang yang benar – benar tulus mencintai Casey.
Dan untuk Pak Pranata, kami harap bapak sadar apa yang telah bapak perbuat.
Kami pemisi.”
“
Terima kasih banyak atas pengertian kalian semua, saya benar – benar minta maaf
atas ketidaknyamanan ini.”
“
Iya, kami juga berharap tidak ada orang tua seperti Pak Pranata.”
Para
undangan pulang dengan kesal atas perilaku papa. Tapi itu yang pantas dia
dapatkan. Dan untukku, semoga besok lebih baik dari mala mini. Aku benar –
benar bersyukur Tuhan membantuku.
Besoknya
di kampus aku memberitahu semua yang terjadi kemarin malam kepada Tifanny. Dia
benar – benar cewek terbaik yang pernah aku temui. Dia malah merasa tidak enak
pada papaku yang malu di depan semua rekan bisnisnya. Tiba – tiba aku mendapat
telepon dari ibuku. Dia mengatakan bahwa ibu mengundang Fanny makan siang.
Karena ayah mau bicara dengannya. Di satu sisi aku penasaran, apa papa masih
akan membenci Fanny atau lebih parah karena kemarin dia sudah malu. Di sisi
lain aku berfikir apa papa sudah sadar bahwa dia melakukan kesalahan?
Saat
makan siang, aku sungguh tegang. Aku takut Fanny sedih lagi mendengar kemarahan
papa.
“
Fanny, om mau minta maaf. Om sadar kalo om sudah melakukan kesalahan besar. Om
hanya mengikuti kemauan hati om tanpa memikirkan orang lain termasuk anak om
sendiri. Om harap kamu mau memaafkan om.”
“
Iya om tentu. Trima kasih om dan tante sudah menerima saya dengan baik.”
“
Kalau begitu bagaimana jika nanti malam kita makan malam bersama di restoran
dengan orang tuamu. Karena saat pesta ulang tahun Agung kemarin kalian tidak om
undang.”
“ Trima kasih om atas undangannya. Orang tua saya pasti sangat senang.”
“ Trima kasih om atas undangannya. Orang tua saya pasti sangat senang.”
Sejak
makan malam itu,hubungan kami pun berjalan baik. Setelah lulus kuliah, kami pun
memutuskan bertunangan dan pergi ke Malaysia untuk bekerja. Kami tidak
mempermasalahkan perbedaan warga negara kami dalam hubungan kami kelak.
Sehingga kami bisa hidup bahagia selamanya.