Wednesday, September 28, 2011

Belajar Menulis dengan Kerendahan Hati

             Pada tanggal 25 September 2011 kemarin, ada Workshop Jurnalistik yang bertempat di Ruang Rapat St. Petrus, Gereja Katolik Katedral, Jakarta Pusat. Semua peserta sudah berkumpul lalu menikmati santapan pagi sebelum Workshop dimulai. Workshop ini merupakan ide dari OMK atau Orang Muda Katolik Gereja Katolik Katedral. Berawal dari rapat bersama anggota Orang Muda Katolik Katedral, berbagai ide tentang kegiatan-kegiatan yang hendak mereka garap pun mencuat. 
Salah satu ide yang dianggap sangat menarik dan potensial untuk dikembangkan adalah membuat sebuah seminar tentang jurnalistik, lalu konsepnya semakin berkembang menjadi sebuah Workshop atau pelatihan menulis untuk semua orang muda Katolik, dan tidak tertutup hanya pada OMK Gereja Katedral, namun terbuka untuk umum.

                Acara dibuka dengan kata sambutan dari Ketua Panitia acara, yakni Sdr. Daniel Susanto. Dalam kata sambutannya, beliau mengaku bahwa acara workshop ini sudah disusun dan menjalani proses sejak bulan Mei 2011, dan akhirnya resmi diadakan pada bulan September 2011. “Workshop Jurnalistik ini bertujuan mengembangkan dan menambah pemahaman lebih tentang dunia tulis menulis, dunia kewartanan. Selain itu juga untuk memberikan gambaran bahwa seseorang yang menulis, atau jenis tulisan seseorang memiliki sesuatu yang bernilai yang sesuai dengan karakternya.”, ujar Daniel Susanto. Acara berikutnya adalah kata sambutan dari Romo Budi yang mengungkapkan bahwa sudah saatnya Orang Muda Katolik belajar untuk peduli terhadap segala bentuk komunikasi, tidak hanya social media seperti twitter dan facebook. Informasi penting seputar Gereja perlu ada sosialisasi dan campur tangan yang banyak dari semua pihak. “Zaman sekarang Gereja harus bias dinamis sehingga Gereja membutuhkan generasi muda untuk menjadi media bagi Gereja. Mengapa? Karena media komunikasi begitu dekat dengan hati kita, dan itulah cara terbaik untuk mendekatkan diri dengan umat.” Romo Budi pun menyatakan melalui workshop ini diharapkan dapat mempertajam insting jurnalistik Gereja.

              Pembicara pertama adalah Bapak Frans Sihol Siagian, beliau adalah mantan redaktur Majalah Hidup, dan kini menjadi pendiri Majalah Event Guide. Bapak Frans menyatakan bahwa profesi menulis adalah profesi yang sangat membanggakan. Mengapa demikian? Salah satu alasannya adalah dengan menjadi penulis, seseorang tidak akan pernah pensiun. Beliau memulai workshop dari materi dasar Jurnalistik dan Dasar-Dasar Reportase. Beliau menyatakan bahwa formula terpenting yang harus diingat bagi seorang wartawan adalah 5W+1H serta beberapa tambahan sesuai yang dinyatakan oleh wartawan senior Kompas. Maria Hartiningsih bahwa dalam sebuah Jurnalisme Investigasi memerlukan So What? Yang mengkaji dampak, S atau Solution untuk mencari solusi dan tidak hanya menjadi pengobral berita dan fakta akan masalah, serta C atau Common Ground yang digunakan dalam Jurnalisme Damai. Dua jam berlalu dengan meriah dan suasana santai bersama Pak Frans Sihol, beliau pun menutup sesi dengan sebuah tugas dimana semua peserta wajib mencari berita di sekitar Katedral.

            Sesi berikutnya sesudah makan siang adalah sesi Menulis Feature atau Soft News bersama Ayu Utami, seorang wartawan sekaligus novelis yang terkemuka dengan karya-karyanya yakni Parasit Lajang, Saman, dan Larung. Wanita cantik lulusan Sastra Rusia Universitas Indonesia ini membawakan sesi kedua dengan sangat menarik, hal ini dikarenakan antusiasme yang besar dari para peserta mengingat beliau merupakan salah satu penulis ternama di Indonesia. Ayu Utami mengakui bahwa Alkitab berperan penting dalam cara ia menulis. Wanita yang merupakan pendiri Komunitas Utan Kayu ini menyatakan bahwa Santo Paulus adalah guru menulis-nya, lalu Goenawan Muhammad. Ayu Utami menjelaskan secara runtut mengenai kriteria penulisan Feature, dan sikap sebagai seorang penulis bahwa harus selalu berada di tengah atau diantara dua konsep yang bertentangan, bukan memihak salah satunya. 
“Tidak semua hal bisa dipercaya ketika kita menjadi penulis, harus ada keraguan. Menjadi penulis harus siap berada di tengah ribuan masalah di sekitar kita, dan kita tidak bisa mengacuhkannya begitu saja,” ungkap Ayu Utami.
 Di akhir sesi, Ayu Utami berpesan agar janganlah kita menjadi penulis yang 'asik sendiri' atau 'narsis'. Penulis harus menjadikan sebuah tulisan itu bermakna, atau berdaging dan konkret, bukan sekedar konsep yang abstrak lagi. Oleh sebab itu, kita wajib menjadi penulis yang selalu mengingat kerendahan hati.


oleh : Gloria Fransiska Katharina 
Fakultas Ilmu Komunikasi 2010

No comments:

Post a Comment