Tuesday, November 30, 2010

Demonstrasi Mahasiswa, Bolehkah?

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, Demos dan Cratein. Demos berarti rakyat, dan Cratein berarti pemerintahan. Jadi, menurut bahasa asalnya, Demokrasi adalah pemerintahan yang berasal dari rakyat. Pemerintahan dijalankan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam demokrasi, suara rakyat sangat diperhitungkan dan menjadi bagian dalam pemerintahan itu sendiri.

Negara kita, Indonesia juga menganut paham demokrasi. Rakyat sangat berperan penting dalam pemerintahan, banyak sekali keputusan pemerintah yang berdasarkan keinginan ataupun pendapat rakyat. Mahasiswa, dalam hal ini termasuk juga dalam kategori rakyat tersebut. Bisa kita lihat bahwa beberapa keputusan penting pemerintahan, diambil karena tuntutan mahasiswa yang melakukan demonstrasi. Misalnya, turunnya mantan presiden Soeharto pada era reformasi, itu terjadi karena mahasiswa yang menuntut agar orde baru berakhir dan diganti dengan reformasi. Turunnya almarhum Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pun, juga terjadi karena mahasiswa melakukan demonstrasi demi perbaikan bangsa Indonesia tercinta ini.

Demonstrasi atau gerakan rakyat, merupakan hal yang sudah wajar terjadi di negara-negara yang menganut paham demokrasi. Justru demokrasi tanpa demonstrasi, itu yang aneh. Mahasiswa juga identik dengan demonstrasi. Apalagi ketika suatu rezim atau pemerintahan sudah dirasa tidak baik atau melenceng dari jalannya, biasanya mahasiswa yang paling kritis dan segera melakukan demonstrasi ke jalan. Mahasiswa, dengan semangat dan gejolak masa muda serta sifat kritis yang ada di dalam otaknya, dengan semangat melakukan demonstrasi dan menuntut terjadinya perubahan. Pokoknya setiap ada sesuatu yang tidak beres di pemerintahan, mahasiswa pasti turun tangan dan segera ke jalan menyuarakan perbaikan.

Tapi sebenarnya, apakah demonstrasi itu perlu dilakukan oleh mahasiswa? Seperti yang kita tahu, pekerjaan mahasiswa tidak hanya berdemonstrasi saja, tetapi, ujian-ujian, kuis, UKM, serta tugas-tugas dari dosen yang menumpuk, bahkan ada juga mahasiswa yang kuliah sambil bekerja. Dengan kegiatan yang sangat banyak itu, apakah relevan jika mahasiswa melakukan demonstrasi?

Suatu waktu, saya menonton film , di film itu ada satu bagian yang menampilkan perjuangan seorang lelaki yang ketika tahun 1998 ikut menyuarakan aspirasinya dengan melakukan demo dan turun ke jalan. Pejuang reformasi, adalah ‘gelar’ yang ia terima dan
sangat ia banggakan pada saat itu. Bahkan ia mengaku sempat beberapa kali bolos kuliah untuk ikut demo dengan teman-temannya. Ia mahasiswa Universitas Indonesia ketika itu.
Ia berpendapat, dulu Ia merasa bangga jika bisa turun ke jalan, berteriak-teriak menuntut reformasi, bergabung dengan teman-teman dari universitas yang sama dengannya, ataupun dengan teman-teman dari universitas lain. Menjatuhkan suatu rezim yang sudah merugikan banyak rakyat merupakan suatu hal yang sangat Ia banggakan.

Namun, jika melihat anak-anak muda, mahasiswa-mahasiswa sekarang melakukan demonstrasi, Ia mengatakan, “Apa kepentingannya?”. Dulu, mahasiswa melakukan demonstrasi dan melakukan perjuangan untuk mengganti orde baru dengan reformasi, karena memang itu adalah suatu hal yang harus diperjuangkan. Mereka berdemo karena memang sesuatu yang mereka demonstrasikan adalah sesuatu yang sampai titik darah penghabisan harus diperjuangkan, karena kita tidak mungkin bertahan terus menerus di bawah tekanan orde baru.

Jika mahasiswa sekarang berdemo, untuk apa? Demonstrasi yang mahasiswa lakukan dewasa ini, identik dengan kekerasan dan anarkisme. Ingat demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa dari Universitas Hassanudin di Makassar ketika Hari Anti Korupsi? Ketika di Jakarta demonstrasi dilakukan dengan damai dan terstruktur oleh masyarakat yang notabene bukan mahasiswa, di Makassar mahasiswa malah melakukan anarkisme. Demonstrasi yang dilakukan para mahasiswa UNHAS tersebut berujung pertengkaran dan kerusuhan. Sungguh melenceng dari tujuan demonstrasi yang sebenarnya.

Karena demonstrasi yang dilakukan mahasiswa itu identik dengan kekerasan dan anarkisme, ada beberapa universitas di Jakarta yang melarang mahasiswanya turun ke jalan dan melakukan demonstrasi. Jika ketahuan melakukan demonstrasi, mahasiswa tersebut dapat saja langsung di drop out oleh pihak kampus.
Memang, demonstrasi bukanlah hal yang salah untuk dilakukan oleh mahasiswa, namun, kita harus berpikir, apakah demonstrasi yang kita lakukan ini ada esensinya? Ada tujuannya? Dan apakah tujuan itu dapat terlaksana nantinya kalau kita sudah turun ke jalan? Intinya, janganlah kita kita menyia-nyiakan waktu kita. Orangtua kita memberikan kesempatan kuliah bagi kita, atau bagi kalian yang bekerja untuk membiayai kuliah sendiri, apakah kita mau membuang kesempatan dari orangtua, atau uang hasil kerja keras kita untuk kuliah dengan mati sia-sia? Kita ambil kemungkinan paling buruk, jika kita meninggal dunia atau luka berat karena demonstrasi yang berujung anarkis, apakah kita mau mengambil risiko tersebut?

Jika demonstrasi yang kita lakukan seperti pada tahun 1998 yang benar-benar membuahkan hasil, tentunya itu tidak sia-sia, jikalau kita meninggal dunia, kita meninggal dunia sebagai pahlawan. Demonstrasi, jika kita lakukan sekarang, nampaknya sudah tidak relevan lagi, karena memang belum ada sesuatu yang harus betul-betul diperjuangkan. Janganlah mahasiswa melakukan demonstrasi hanya untuk kesenangan tersendiri berada di jalan dan merasa superior, dan ujung-ujungnya adalah kekerasan, anarkisme dan pertengkaran. Lebih baik kita, sebagai mahasiswa belajar dengan sebaik-baiknya untuk menambah pengetahuan, dan ketika kita ingin menyalurkan aspirasi kita, lebih baik lewat media tulisan saja, sehingga kita menyuarakan aspirasi kita menggunakan otak, bukan sekadar di mulut saja.


Lydia Natasha Hadiwinata

pernah dimuat di indonesianyouthconference.org

K A M U

Takdir

Aku ini sendiri. Setidaknya, sekarang ini.

Mungkin dunia ini terlalu rumit untuk dimengerti oleh seorang wanita berumur 19 tahun yang hanya ingin dicintai dan apa yang sudah ia lakukan, mencintai.

Aku bukan orang yang menganggap segalanya sudah ditakdirkan. Sudah ada garisnya. Tidak! Aku tahu setiap detik hidup kita di dunia, punya makna sendiri. Punya perjuangannya sendiri. Aku yakin yang kulakukan sudah benar. Aku memperjuangkan semuanya. Untukku. Ya, untuk aku.

Kalau memang dunia ini tidak suka dengan perjuanganku. Ia menunjukkan dalam bentuk kamu. Kamu yang mengacuhkanku. Berkali-kali dalam seminggu. Pura-pura tidak tahu akan apa yang kurasakan.

Aku hanya menunggu setiap kata yang terketik olehmu. Tapi tak ada balasan. Aku ini sendiri.

Setidaknya sekarang, aku sendiri. Aku hanya butuh kamu. Kamu! Ya, itu kamu! Kamu yang kadang tidak menganggap dirimu penting bagi orang lain.

Tapi tahukah kamu?

Mungkin kamu tidak akan mengerti…

Bagi seorang mahasiswa yang kadang menganggap dirinya lebih independen dari siapapun dan tidak merasa butuh orang lain, KAMU dibutuhkan…KAMU titik lemahnya…KAMU segalanya…KAMU, ya KAMU!

Aku butuh kamu! K A M U!

Dan akulah yang salah untuk memendam segalanya sendiri..

Lagipula untuk apa mengatakan semuanya ke kamu? Bukankah lebih baik kamu tahu sendiri karena perlakuanku?

Sudahlah.

N e v e r m i n d.

Cheryl Pricilla Bensa
30 November 2010

Apa sih PERSMA itu?

Hai, ini adalah blog dari Pers Mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara yang bisa disingkat PERSMAumn. Apa sih PERSMA itu?

Jadi, PERSMA itu adalah program dari Divisi Jurnalistik Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi alias HMJ Ilkom UMN.
Kami adalah sebuah badan yang memfasilitasi dan melindungi kegiatan pers mahasiswa di lingkup kampus Universitas Multimedia Nusantara.

Selain itu, kami berharap, dengan adanya blog ini, kalian sebagai mahasiswa ILKOM UMN bisa menyalurkan bakat dan kreatifitas kalian di bidang fotografi maupun tulis-menulis, dan juga kami berharap blog ini dapat menjadi wadah dan media kalian untuk berekspresi!
So, jangan ragu-ragu buat kirim karya kalian ke

persmailkom@rocketmail.com


Anggota Divisi Jurnalistik HMJ Ilkom ini adalah :
Lydia Natasha Hadiwinata (Jurnalistik 2008)
Agnes Theodora (Jurnalistik 2009)
Cheryl Priscilla Bensa (Jurnalistik 2009)
Gabrella Sabrina (Jurnalistik 2009)
Risa (Jurnalistik 2009)

Kalo ada kritik dan saran, jangan ragu untuk bilang ke kami secara langsung maupun lewat email atau twitter kami di @PERSMAumn !


Thanks!
Persma UMN
.divisi jurnalistik HMJ Ilkom.